Pages

Featured 1

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Jumat, 27 November 2015

DESA KREATIF: Purworejo, Desa Ternak Sehat Terbaik Tingkat Jateng



DESA KREATIF—Desa Purworejo yang terletak di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen terpilih menjadi desa ternak sehat terbaik tingkat Jawa Tengah pada 2015. Preatasi desa kreatif itu dibuktikan dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 524/68 Tahun 2015 tertanggal 23 November 2015. SK Gubernur itu diperkuat dengan Piagam Penghargaan yang diterima Kepala Desa Purworejo Dipo Ngadiyanto bernomor 002.5/018608 pada Rabu (25/11/2015) lalu.
Kreativitas para peternak di Desa Purworejo berhasil membawa nama Sragen di tingkat Jawa Tengah setelah mengalahkan Kabupaten Tegal, Purworejo, dan Pati. Pengelolaan ternak yang dikelola secara komunal dan tuntas menjadi salah satu indikator penilaian tim Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peran pemerintah desa juga menjadi sorotan tim dalam penilaian lomba desa ternak sehat itu.
Kepala Desa Purworejo, Dipo Ngadiyanto, saat bertemu wartawan, Kamis (26/11/2015), menyampaikan prestasi desa tersebut. Dipo semula dilaporkan terkait berbagai persoalan miring ke Inspektorat Sragen. Namun ketulusan hati Dipo justru melahirkan prestasi.
“Semua laporan itu tidak terbukti. Sekarang justru pola pemerintahan saya mendapat apresiasi dari Gubernur Jateng. Desa Purworejo menjadi desa ternah sehat terbaik Jawa Tengah,” katanya.
Dipo mengatakan ada tiga kandang sapi komunal dan dua kandang kambing komunal. Kotoran ternak itu diolah menjadi pupuk oleh industri pupuk organik yang terletak di desa itu. Selain itu, limbah kotoran ternak itu juga dimanfaatkan untuk sumber energi terbarukan berupa biogas.
“Sekarang ada 10 kepala keluarga bisa memanfaatkan bahan bakar dari biogas kotoran ternak itu. Ternyata bakan bakar itu pun bisa untuk memasak tanpa menimbulkan bau tidak sedap. Semua itu terjadi karena dukungan perangkat desanya,” ujar Dipo.(ok)
Jumlah ternak di Desa Purworejo, Kecamatan Gemolong.
1.       Sapi                                    : 156 ekor
2.       Kambing                           : 201 ekor
3.       Domba                              : 14 ekor
4.       Ayam kampung             : 514 ekor
5.       Bebek                               : 29 ekor

Sumber: Desa Purworejo, Gemolong, Sragen.

Kamis, 05 November 2015

DESAKU KREATIF: Momentum Bangun 1000 Desa Inovasi Nelayan

 Agus Puji Prasetyo
Deputi Menteri Bidang Relevansi dan Produktivitas IPTEK, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Kita masih ingat, pidato sosok Joko Widodo, 20 Oktober 2014 lalu usai pelantikan dirinya sebagai Presiden RI. Ia berkata; “Bangsa Indonesia sudah telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Karena sebagai negara maritim, samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban Indonesia.” 
Pesan yang bukan hanya menggugah dan menyadarkan segenap anak bangsa, namun mampu menghentakan perhatian dunia. Bila kejayaan negeri yang sudah menggema sejak Kerajaan Majapahit ranah samudera kembali dibangkitkan. Senafas dengan visi Pemerintah pada kemaritiman, maka inilah momentum pengingat bagi bangsa Indonesia, bila betapa potensi kekayaan laut sesungguhnya menawarkan kesejahteraan tak terbatas. 
Ini pula momentum bagi kita untuk mampu mengubah mindset (cara pandang), bila matra laut menjadi wahana tak terbilang untuk dikelola dan diekploitasi dengan sentuhan teknologi dan inovasi.
Sebagai negara bergelar, “The Largest Archipelago In The World,” potensi kekayaan laut seluas 7,7 juta km2, sungguh luar biasa. Namun sayang, potensi lebih dari Rp 3000 Triliun per tahun belum tergarap maksimal. Laut belum dilihat sebagai sumber pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan pemecah masalah kemiskinan. Potensi kelautan pun ibarat Sleeping Giant (raksasa sedang tidur).
Mengubah paradigma dalam menjadikan maritim sebagai arus utama pembangunan adalah keniscayaan. Cara melihat pembangunan dari semata berbasis daratan (land based development) menjadi berbasis kelautan (ocean based development), sesungguhnya tak mustahil dapat kita wujudkan.
Kita harus mampu merealisasikan pembangunan terintegrasi disegenap nusantara, mengasah kemampuan mengelola potensi kelautan secara sustainable untuk kesejahteraan masyarakat.
Pada puncak Hari Nusantara ke 14 Tahun 2014 yang dipusatkan di Kotabaru Kalimantan Selatan, maka pemerintah pun berencana untuk mendeklarasikan 1000 Desa Inovasi Nelayan yang akan dibangun dalam 1000 hari, bersama Kementerian Riset Teknologi (Ristek) dan Perguruan Tinggi (Dikti) Mungkinkah? Ini bukan mustahil untuk dilakukan. 
Bahkan sebuah program yang dimotori Kementerian Ristek dan Dikti telah menjajaki pembangunan Desa Inovasi Nelayan sejak November 2014 lalu. Adalah Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, wilayah yang menjadi fokus desa inovasi percontohan.
Desa inovatif merupakan desa yang penduduknya memiliki kemampuan (individual skill) dan rasa tanggung jawab yang tinggi dalam mengelola lingkungan tempat tinggalnya, mampu diwujudkan melalui individu dan keluarga sebagai pilar utama yang merupakan basis pembangunan.
Konsep desa inovasi sesungguhnya berakar pada pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan potensi desa dan kearifan lokal dengan cara kreatif dan inovatif untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan.
Program yang melibatkan seluruh unsur termasuk kelembagaan desa dan stakeholders terkait, seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga riset, pihak swasta, lembaga keuangan dan pasar, diharapkan memberi stimulus dari rencana besar untuk membangun 1000 desa inovasi lainnya.
Secara operasional, agar konsep pembangunan terpadu dalam mewujudkan desa inovatif dapat berjalan dengan baik, diperlukan usaha yang intensif dengan tujuan dan kecenderungan memberikan fokus perhatian kepada kelompok maupun daerah tertentu, melalui penyampaian pelayanan, bantuan, dan informasi kepada masyarakat desa.
Dalam empat tahun ke depan, pemerintah pun berencana membentuk 1.000 Desa Inovasi Nelayan serupa. Melalui Desa Inovasi Nelayan, pemerintah akan melakukan langkah-langkah strategis dengan memanfaatkan teknologi dibidang perikanan dan kelautan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.

Peran Kampus dan IPTEK
Sebagai negara dengan basis 82,3% wilayah Indonesia merupakan kawasan perdesaan maka peningkatan kesejahteraan suatu desa memberi dampak yang signifikan bagi wajah republik ini. Untuk itu sentuhan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam mendorong harapan percepatan pembangunan pedesaan mutlak dilakukan.
Pemanfaatan Iptek diharapkan dapat mengembangkan usaha dengan cara dan teknologi yang tepat guna, sehingga dihasilkan produk baru yang memiliki kualitas, desain dan kemasan yang lebih menarik serta diproduksi dalam kuantitas yang lebih banyak. 
Produk yang memiliki daya saing tinggi ini, diharapkan mampu menghadapi persaingan. Baik dengan produk dari daerah atau negara lain, baik di pasar lokal, nasional bahkan global.
Begitu pun dengan peran perguruan tinggi. Para mahasiswa diseluruh kampus di Indonesia seyogyanya diarahkan untuk mengggarap; satu desa, satu mahasiswa, sebagai sumber data utama projek penyusunan laporan akhir, skripsi ataupun tesis berdasarkan jurusan masing-masing. 
Para sarjana tidak lagi hanya menjadikan industri sebagai objek penelitian dan pengembangan, sementara desa tempat lahirnya para sarjana terabaikan. Disisi lain mahasiswa dapat berlatih menerapkan disiplin ilmu yang dimiliki secara sinergis dengan kampus lain, tentu dengan disiplin ilmu yang berbeda namun satu tujuan.
Para calon sarjana dari kampus-kampus technology informasi misalnya, akan membantu warga dalam mengemas produk-produk dipedesaan sehingga bernilai jual tinggi, menyususn profile desa dalam kemasan multi media dan lainnya. 
Demikian pula disiplin ilmu lain. Seperti ekonomi, pertanian, kehutanan, peternakan, pengetahuan tanaman obat, hukum yang secara bersama-sama dapat melakukan pembinaan dan penyuluhan terhadap warga pedesaan.
Dengan demikian, maka setiap warga akan bangga dengan desanya. Desa akan menjadi sasaran investasi masa depan. Jika pertumbuhan ekonomi berbasis desa dapat dilakukan, maka percepatan Pembangunan Indonesia akan segera terwujud dan merata keseluruh masyarakat. 

Desa inovatif pun menjadi simpul sebuah perubahan anak bangsa. Laiknya sebuah harapan yang dihembuskan pada peringatan Hari Nusantara ke 14 Tahun 2014, dengan tema, “Membangun Nusantara dengan Inovasi Maritim untuk Anak Bangsa”.
(Sumber : Harian Ekonomi Neraca, 23 Desember 2014)

Sarang Tiung Kembangkan Program Desaku Kreatif


Desaku Kreatif—Masyarakat Desa Sarang Tiung memiliki program kreatif berupa desa Inovasi. Sebuah program pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan potensi desa dan kearifan lokal. Konsep dasar desa kreatif itu adalah desa yang masyarakatnya mampu memanfaatkan sumber daya desa secara kreatif dan inovatif berdasarkan IPTEK dan kearifan lokal untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan melibatkan seluruh unsur termasuk kelembagaan desa dan stakeholders terkait, seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga riset, pihak swasta, lembaga keuangan dan pasar.
Program desa inovasi berlangsung sejak September 2014 di Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kegiatan ini sebagai wujud kepedulian Kementerian Ristek dan Teknologi dalam meningkatkan kehidupan masyarakat pesisir khususnya nelayan. Yayasan Bina Sarana Mandiri (BISMA) yang berpengalaman dalam membangun kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat dilibatkan sebagai konsultan perencana dan pelaksana dalam membangun Desa Inovasi ini.
Proses kegiatan awal program ini dimulai dengan sosialisasi dalam bentuk tatap muka (audensi) dengan beberapa pihak. Audensi pertama, yaitu perwakilan dari Kemenristek, Tim Konsultan Yayasan BISMA, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kotabaru yaitu Kepala Dinas Bp. Ir. M. Thalib, Sekretaris Dinas dan beberapa kepala bidang dan staf.
Dalam audensi ini, tim konsultan menyampaikan konsep Pengembangan Desa Inovasi Nelayan (PDIN) dan rencana kegiatan program PDIN. Dari audensi ini didapatkan dukungan penuh dari dinas kelautan dan perikanan serta komitmen untuk menyukseskan program PDIN ini. Beberapa data sekunder penting terkait dengan kelompok nelayan, data profil nelayan, potensi hasil laut dan jenis bantuan yang sudah masuk ke desa Sarang Tiung diserahkan.
Bentuk dukungan lainnya yaitu mendampingi tim konsultan untuk audensi dengan Camat Pulau Laut Utara di kantor Camat dan dilanjutkan dengan audensi dengan Bupati Kabupaten Kotabaru yang diwakili oleh Asisten I, II dan III serta beberapa kepala dinas. Dalam kegiatan ini tim konsultan memaparkan konsep dan rencana kegiatan Pengembangan Desa Inovasi. Hasil audensi ini juga mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru dan meminta untuk selalu berkoordinasi.

Sumber: sarangtiung.desa.id

Selasa, 03 November 2015

DESAKU MENANTI: Kampung Gelandangan di Dusun Doga Gunung Kidul

Desa kreatif dengan munculnya kampung gelandangan yang terletak di Dusun Boga, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, DIY diharapkan bisa ditempati pertengah Desember mendatang. Kampung gelandangan merupakan wujud program desaku menanti dari Kementerian Sosial.
Harapan itu disampaikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat meninjau lokasi perumahan di Dusun Doga, Desa Nglanggeran, Patuk, Minggu (1/11/2015). “Kalau dilihat dari bangunan sudah jadi semua tapi untuk infrastruktur pendukung masih kurang. Untuk itu, saya menginginkan perkampungan ini sudah bisa ditempati warga pada 15 Desember mendatang,” kata Khofifah, di sela kunjungan.
Meski belum selesai sepenuhnya selesai, Khofifah memberikan apresiasi terhadap pembangunan perumahan ini. Hanya saja, masih banyak yang butuh diperbaiki sehingga bisa memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
“Selain tempatnya luas, pemandangannya juga bagus. Coba bandingkan dengan relokasi untuk pengungsi Sinabung. Bangunan di sana hanya tipe 36, sedang di sini [perkampungan Desaku Menanti] tipenya 46 dengan fasilitas dua kamar tidur dan satu kamar mandi, saya pun berharap agar seluruh warga bisa kerasan tinggal di sini,” ujar Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini
Dia menjelaskan, program Desaku Menanti di DIY merupakan program perkampungan gelandangan dan pengemis yang pertama di Indonesia. Harapannya program ini bisa diikut oleh daerah-daerah lain, sehingga program ini bisa berjalan sukses.
Menurut Khofifah, program Desaku Menanti tidak hanya ada di DIY, sebab provinsi lain seperti Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Lampung juga diberikan program yang sama. Hanya saja hingga sekarang progress pembangunan baru terlihat di DIY. Guna mendorong pembangunan program ini, dia meminta kepada Pemerintah Provinsi atau pemkab yang lain bisa menyediakan lahan serta Peraturan Daerah Penanganan Gelandangan Pengemis sebagai dasar hukum untuk akselerasi program.
“Program itu bisa berjalan dengan kerja sama semua pihak, mulai dari pemprov, pemkot hingga pemkab,” katanya lagi.
Dia menambahkan, tugas kemensos adalah menyediakan bahan bangunan rumah, jaminan hidup dan usaha ekonomi produktif. Sementara itu, untuk daerah bisa menyediakan lahan untuk pembangunan.
“Pembagian anggaran dan program bisa berjalan, jika daerah bisa menyediakan lahan. Kebetulan di DIY, Sultan punya banyak tanah sehingga pembangunannya bisa lebih cepat,” ungkap mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan di era Presiden Abdurrahman Wahid ini

Sumber: Jogja.solopos.com

Minggu, 01 November 2015

3 Perda Desa di Boyolaliu Digedok


DPRD Boyolali mengesahkan tiga rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang desa menjadi peraturan daerah (perda). Perda desa itu diharapkan mampu memicu desa kreatif di Kota Susu.
Ketiga ranperda itu meliputi Raperda Pedoman Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintahan Desa, Raperda Pemilihan Kepala Desa, dan Raperda Tata Cara Pencalonan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Pengesahan ranperda tersebut sempat tertunda karena belum ada acuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Kendati tiga raperda itu sudah digedok, Wakil Ketua DPRD Boyolali, Tugiman, menilai eksekusi atau penerapan perda tersebut masih sulit.
“Contohnya Perda SOTK. Ke depan akan ada kesulitan dalam penyusunan SOTK karena belum ada kejelasan 3 kaur dan 3 kepala teknis itu bidang apa saja,” kata Tugiman, seusai Sidang Paripurna DPRD, Kamis (29/10/2015).
Untuk Perda Pemilihan Kepala Desa relatif bisa diterapkan tetapi dia menyarankan lebih baik menunggu terbitnya Permendagri.
Menanggapi Perda Pedoman SOTK Pemdes, Sekretaris Fraksi Gerindra, Watiah, berharap untuk ke depannya Pemkab Boyolali dalam mengajukan ranperda harus disertai dasar-dasar hukum yang lengkap, baik UU, peraturan pemerintah, peraturan menteri atau sumber hukum lain.
“Agar perda yang dihasilkan bisa mengadopsi aspirasi masyarakat mengingat perda adalah sumber hukum seluruh kebijakan pemkab,” kata dia.
Kabag Pemerintahan Desa (Pemdes) Sekretariat Daerah (Setda) Boyolali, Arief Wardianta, membenarkan dua perda tentang Pedoman SOTK Pemdes dan Tata Cara Pencalonan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Perangkat Desa, kemungkinan besar masih harus menunggu permendagri.

Sumber: solopos.com

Desa Sunggingan, Miri Buka Pelayanan 24 Jam

Pelayanan prima tidak sekadar dikenal di tingkat kabupaten. Desa Sunggingan, Kecamatan Miri, Sragen menjadi desa kreatif selama dipimpin, Gunawan, sejak 2012 lalu. Gunawan berkomitmen membuka pelayanan publik 24 jam. Komitmen itu dibangun Gunawan dan perangkat desa setempat untuk melayani masyarakat.
Inovasi pelayanan 24 jam itu diberlakukan untuk menjawab keluhan masyarakat terkait tutupnya kebanyakan balai desa pada siang hari. “Saya tidak tahu persis. Sepertinya balai desa yang membuka layanan 24 jam di Sragen hanya Sunggingan,” kata Gunawan saat ditemuiSolopos.com di kantornya, Jumat (30/10/2015).
Layanan masyarakat selama 24 jam di Balai Desa Sunggingan itu mulai diberlakukan pada 2012 lalu. Piket malam itu berlaku mulai pukul 19.30 WIB hingga 03.00 WIB. Meski begitu, terkadang para perangkat desa itu baru pulang sekitar pukul 05.00 WIB.
“Ada enam perangkat desa yang bertugas. Dalam bertugas, biasanya mereka ditemani warga sekitar. Semua didasari keikhlasan dan semangat melayani. Dalam bekerja, mereka tidak mendapat tambahan insentif,” ujar Gunawan.
Layanan masyarakat selama 24 jam itu amat dibutuhkan warga sekitar yang rata-rata bekerja sebagai buruh bangunan di luar daerah. Pada umumnya, mereka baru bisa pulang ke rumah pada sore hari sehingga tidak memiliki waktu ke balai desa pada siang hari.
“Jika warga butuh pertolongan pada malam hari, kami persilakan datang ke balai desa. Biasanya warga butuh kendaraan menuju rumah sakit. Kami memang tidak punya kendaraan roda empat, tapi paling tidak, kami bisa membantu mencarikan,” terang Gunawan.
Kepala Dusun Karangnongko, Sardi, mengaku mendapat jatah piket pada Minggu malam. Dia sudah terbiasa melayani permasalahan administrasi kependudukan dari warga sekitar ketika piket malam. Petugas piket, kata dia, menjadi andalan warga jika butuh pertolongan di malam hari.
“Belum lama ini ada warga kami yang mengalami kecelakaan di kawasan Kalijambe pada tengah malam. Begitu mendapat kabar itu, kami bergerak cepat untuk memberi pertolongan. Kami membawa korban ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan,” kata Sardi.
Sardi mengakui tidak selamanya warga butuh pertolongan pada malam hari. Meski begitu, piket malam, bagi dia merupakan sebuah panggilan. “Kalau tidak piket justru merasa tidak tenang di rumah. Malah ada beban di pikiran. Jangan-jangan nanti warga membutuhkan pertolongan kami,” paparnya.
Untuk mengusir jenuh, para perangkat desa yang piket malam itu biasa menonton petunjukan wayang kulit, tayub melalui DVD player yang disediakan di balai desa.
“Saya paling suka nonton wayang. Kesenian ini menjadi penghibur kami kala merasa jenuh,” terangnya.
Sriyanti, 30, warga sekitar mendukung dibukanya layanan 24 jam di Balai Desa Sunggingan. Menurutnya, permasalahan yang dihadapi warga tidak mengenal waktu sehingga layanan 24 jam itu amat dibutuhkan.
“Misal kalau tiba-tiba ada ibu-ibu yang mau melahirkan, kan tidak bisa ditunda sampai besok pagi. Malam itu juga harus ada yang bersedia mengantar ke rumah sakit atau bidan. Biasanya, warga meminta tolong para perangkat desa yang piket malam,” ujarnya.
Sumber: solopos.com

Sabtu, 31 Oktober 2015

Sejarah Desa Ngarum


Desa Ngarum secara administrasi terletak di wilayah Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen. Desa Ngarum berada di jalur utama Jl. Raya Sragen-Sambirejo. Lalu lintas kendaraan di jalur itu hampir tak pernah sepi karena menjadi jalur alternatif ke Ngargoyoso, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar dan Ngawi hingga Madiun Jawa Timur.
Nama “Ngarum” berarti diambil dari bau harum bunga. Nama itu ternyata berkaitan erat dengan kerajaan Islam pertama dan terbesar di Jawa, yakni Kerajaan Demak. Pembina masyarakat di RT 004 Dukuh/Desa Ngarum, Simun Dwija Pangripta, menyampaikan sejarah nama Ngarum itu, Sabtu (24/10/2015).
Kisah terbentuknya Desa Ngarum ini dimulai sekitar abad ke-15. Simun menceritakan terbentuknya Desa Ngarum dimulai dari pelarian salah seorang kerabat Keraton Demak yang melakukan pelarian ke Gunung Lawu. Kepergiannya membuat geger kesultanan hingga akhirnya ia dijemput paksa dari Lawu dan diajak kembali pulang.
Kegiatan penjemputan kerabat keraton tersebut dipimpin oleh seorang patih bernama Ki Ageng Arum. Dalam perjalanan, ketika sampai di tengah hutan belantara, Ki Ageng Arum sakit dan meninggal dunia. Jasadnya kemudian dikuburkan di tengah-tengah hutan tersebut.
Hutan yang menjadi rute penjemputan dan tempat dikuburkannya Ki Ageng Arum itu kemudian diberi nama Desa Ngarum dan dikenal hingga sekarang. Layaknya perdesaan lain, Ngarum tak lagi berbentuk hutan belantara. Daerah seluas 452,8420 Ha ini sudah dihuni ribuan penduduk. Ada sekitar 5.125 penduduk yang terbagi dalam 31 RT.
Masyarakat Ngarum rata-rata berprofesi sebagai petani. Menurut Simun, pembangunan infrastruktur daerah tersebut juga cukup baik. “Ya kalau sekarang sudah tidak ada jejak hutannya. Sudah jadi desa yang ramai,” ceritanya.
Kisah yang diceritakan oleh leluhurnya itu bukan tanpa bukti. Petilasan berupa kuburan Ki Ageng Arum masih ada hingga sekarang. Kuburan Ki Ageng Arum ditandai dengan tumpukan-tumpukan batu besar dan dua pohon besar yang tumbuh sejak puluhan tahun lalu.
Menurut Simun, kuburan yang lokasinya di dekat sawah itu sering digunakan sebagai lokasi tasyakuran masyarakat Dukuh Ngarum, Desa Ngarum, sebelum dan sehabis panen raya. Biasanya tasyakuran dilakukan setahun sekali setiap malam Jumat pon seusai panen.
“Hanya sebagai pengingat tradisi dan syukuran bersama karena panen raya. Makan bersama lah,” kata dia.

Sumber: Solopos.com