Pages

Minggu, 01 November 2015

Desa Sunggingan, Miri Buka Pelayanan 24 Jam

Pelayanan prima tidak sekadar dikenal di tingkat kabupaten. Desa Sunggingan, Kecamatan Miri, Sragen menjadi desa kreatif selama dipimpin, Gunawan, sejak 2012 lalu. Gunawan berkomitmen membuka pelayanan publik 24 jam. Komitmen itu dibangun Gunawan dan perangkat desa setempat untuk melayani masyarakat.
Inovasi pelayanan 24 jam itu diberlakukan untuk menjawab keluhan masyarakat terkait tutupnya kebanyakan balai desa pada siang hari. “Saya tidak tahu persis. Sepertinya balai desa yang membuka layanan 24 jam di Sragen hanya Sunggingan,” kata Gunawan saat ditemuiSolopos.com di kantornya, Jumat (30/10/2015).
Layanan masyarakat selama 24 jam di Balai Desa Sunggingan itu mulai diberlakukan pada 2012 lalu. Piket malam itu berlaku mulai pukul 19.30 WIB hingga 03.00 WIB. Meski begitu, terkadang para perangkat desa itu baru pulang sekitar pukul 05.00 WIB.
“Ada enam perangkat desa yang bertugas. Dalam bertugas, biasanya mereka ditemani warga sekitar. Semua didasari keikhlasan dan semangat melayani. Dalam bekerja, mereka tidak mendapat tambahan insentif,” ujar Gunawan.
Layanan masyarakat selama 24 jam itu amat dibutuhkan warga sekitar yang rata-rata bekerja sebagai buruh bangunan di luar daerah. Pada umumnya, mereka baru bisa pulang ke rumah pada sore hari sehingga tidak memiliki waktu ke balai desa pada siang hari.
“Jika warga butuh pertolongan pada malam hari, kami persilakan datang ke balai desa. Biasanya warga butuh kendaraan menuju rumah sakit. Kami memang tidak punya kendaraan roda empat, tapi paling tidak, kami bisa membantu mencarikan,” terang Gunawan.
Kepala Dusun Karangnongko, Sardi, mengaku mendapat jatah piket pada Minggu malam. Dia sudah terbiasa melayani permasalahan administrasi kependudukan dari warga sekitar ketika piket malam. Petugas piket, kata dia, menjadi andalan warga jika butuh pertolongan di malam hari.
“Belum lama ini ada warga kami yang mengalami kecelakaan di kawasan Kalijambe pada tengah malam. Begitu mendapat kabar itu, kami bergerak cepat untuk memberi pertolongan. Kami membawa korban ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan,” kata Sardi.
Sardi mengakui tidak selamanya warga butuh pertolongan pada malam hari. Meski begitu, piket malam, bagi dia merupakan sebuah panggilan. “Kalau tidak piket justru merasa tidak tenang di rumah. Malah ada beban di pikiran. Jangan-jangan nanti warga membutuhkan pertolongan kami,” paparnya.
Untuk mengusir jenuh, para perangkat desa yang piket malam itu biasa menonton petunjukan wayang kulit, tayub melalui DVD player yang disediakan di balai desa.
“Saya paling suka nonton wayang. Kesenian ini menjadi penghibur kami kala merasa jenuh,” terangnya.
Sriyanti, 30, warga sekitar mendukung dibukanya layanan 24 jam di Balai Desa Sunggingan. Menurutnya, permasalahan yang dihadapi warga tidak mengenal waktu sehingga layanan 24 jam itu amat dibutuhkan.
“Misal kalau tiba-tiba ada ibu-ibu yang mau melahirkan, kan tidak bisa ditunda sampai besok pagi. Malam itu juga harus ada yang bersedia mengantar ke rumah sakit atau bidan. Biasanya, warga meminta tolong para perangkat desa yang piket malam,” ujarnya.
Sumber: solopos.com

0 komentar

Posting Komentar