Pages

Rabu, 19 Agustus 2015

Bedanya Desa dan Perdesaan

Ilustrasi Desa: Seorang petani membajak sawah

Pengertian desa dan perdesaan kadang masih salah kaprah, seperti halnya desa seni dan desa kreatif. Istilah perdesaan (rural) merujuk pada suatu daerah desa dan sekitarnya. Arti perdesaan secara bahasa merupakan kumpulan dari desa-desa. Sementara istilah desa hanya merujuk pada suatu wilayah permukiman tertentu.
Biro Sensus Amerika Serikat menganggap suatu daerah pemukiman disebut perdesaan bila penduduknya kurang dari 2.500 orang (Ford, 1978). Di Jepang, Meksiko, Filipina, di negara-negara Eropa, di banyak negara Afrika, di dunia Arab, maupun di Amerika Tengah dan Selatan, pengertian konsep dan indikator statistik tentang desa itu juga berbeda-beda. Biro Pusat Statistik (BPS) yang menyelenggarakan sensus penduduk setiap sepuluh tahun sekali bahkan tidak secara jelas memberikan definisi tentang perdesaan itu. Artinya, tidak ada batasan yang jelas pemukiman yang bagaimana yang disebut desa.
Tipologi Desa
Di dalam Undang-Undang (UU) No. 22/1948 dijelaskan desa adalah bentuk daerah otonom yang terendah sesudah kota. Pada tahun 1969, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ketika itu juga sudah pernah merumuskan pembagian bentuk desa-desa di Indonesia melalui Surat Keputusan No.42/1969. Konsep ini kemudian berubah lagi bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang No. 5/1975. Undang-undang ini menciptakan tipologi desa di Indonesia yang cukup lama diberlakukan hingga berkahirnya masa rezim pemerintahan Orde Baru. Pola desa yang baru ini didasarkan pada perubahan atau pemekaran berbagai desa sebagai permukiman.
Tipologi desa menurut Undang-Undang No.5/1975 tersebut dimulai dengan bentuk (pola) yang paling sederhana sampai bentuk permukiman yang paling kompleks namun masih tetap dikategorikan sebagai permukiman desa. Bentuk yang paling sederhana disebut sebagai permukiman sementara, misalnya hanya tempat persinggahan dalam satu perjalanan menurut kebiasaan orang-orang yang sering berpindah-pindah.
1. Pradesa (Pra-Desa) merupakan tipologi desa paling sederhana disebut juga sebagai permukiman sementara, misalnya hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan dalam satu perjalanan menurut kebiasaan orang-orang yang sering berpindah-pindah (nomaden). Tempat tersebut, pada saatnya ditinggalkan lagi. Pola permukiman seperti ini mempunyai ciri yang khas. Hampir tidak ada orang atau keluarga yang tinggal menetap (permanen) di sana. Semua penghuni akan berpindah lagi pada saat panen selesai, atau lahan sebagai sumber penghidupan utama tidak lagi memberikan hasil yang memadai. Sifat permukiman ini tidak memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai tata kehidupan dan organisasi atau lembaga-lembaga sosial penunjang kehidupan bermasyarakat, termasuk pendidikan, ekonomi, hukum, adat, dan hubungan sosial di samping tata kehidupan kemasyarakatan yang mantap.
2. Desa Swadaya merupakan tipe atau bentuk desa yang berada pada tingkat yang lebih berkembang dari tipe pra-desa. Desa ini bersifat sedenter, artinya sudah ada kelompok (keluarga) tertentu yang bermukim secara menetap di sana. Permukiman ini umumnya masih bersifat tradisional dalam arti bahwa sumber kehidupan utama warganya masih berkaitan erat dengan usaha tani, termasuk meramu hasil hutan dan berternak yang diiringi dengan pemeliharaan ikan di tambak-tambak kecil tradisional. Jenis usaha tani cenderung bersifat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Teknologi pertanian yang dipakai masih rendah, tenaga hewan dan manusia merupakan sumber utama energi teknologi usaha taninya. Hubungan antar personal dan atau kelompok (masyarakat) sering didasarkan dan diikat atas adat istiadat yang ketat. Pengendalian atau pengawasan sosial (social control) dilaksanakan atas dasar kekeluargaan dan kebanyakan desa seperti ini berlokasi jauh dari pusat-pusat kegiatan ekonomi. Tingkat pendidikan sebagai salah satu indikator tipologi desa belum berkembang, jarang ada penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan sekalipun tingkat sekolah dasar saja.
3. Desa Swakarya merupakan tipe desa ketiga yang tingkatannya dianggap lebih berkembang lagi dibandingkan desa swadaya. Adat yang merupakan tatanan hidup bermasyarakat sudah mulai mendapatkan perubahan-perubahan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupan sosial budaya lainnya. Adopsi teknologi tertentu sering merupakan salah satu sumber perubahan itu. Adat tidak lagi terlalu ketat mempengaruhi pola kehidupan anggota masyarakat.
4. Desa Swasembada merupakan tipe desa keempat yakni pola desa yang terbaik dan lebih berkembang dibandingkan tipe-tipe desa terdahulu. Prasarana desa sudah baik, beraspal dan terpelihara pula dengan baik. Warganya telah memiliki pendidikan setingkat dengan sekolah menengah lanjuatan atas. Mata pencaharian sudah amat bervariasi dan tidak lagi berpegang teguh pada usaha tani yang diusahakan sendiri. Masyarakat tidak lagi berpegang teguh dengan adatnya tetapi ketaatan kepada syariat agama terus berkembang sejalan dengan perbaikan pendidikan.

Sumber: Hanout: Tipologi Desa di Indonesia

0 komentar

Posting Komentar