Oleh: Moh. Khodiq Duhri
Dusun
Mayah menjadi desa kreatif setelah bertahun-tahun terisolasi. Sebuah jembatan
jadi pemicu kreativitas desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukodono,
Sragen itu.
Empat
tahun silam, Dusun Mayah, Desa Bendo, Kecamatan Sukodono, Sragen, masih
terisolasi. Tidak ada kendaraan roda empat yang bisa merambah permukiman ini.
Untuk mencapai dusun itu hanya bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua setelah
melintasi jembatan yang lebarnya tidak lebih dari dua meter. Pembangunan
kampung berjalan lamban karena tidak ada truk atau pikap yang bisa menurunkan
bahan material di kampung ini. Namun kearifan lokal masyarakat terpelihara
secara dinamis.
“Rasa
kekeluargaan masyarakat di dusun ini tinggi. Warga mau diajak gotong-royong
memajukan kampung,” kata Juminem, 55, yang sibuk menyirami bibit tanaman terong
dan pepaya.
Kearifan
lokal Dusun Mayah jadi modal utama untuk menyukseskan program ketahanan pangan.
Pembangunan jembatan yang diinisiasi Pemkab Sragen pada 2012 membuka lembaran
baru bagi warga Mayah. Sejak saat itulah, kendaraan roda empat bisa memasuki dusun
itu. Warga setempat terbebas dari belenggu isolasi yang menjerat selama
bertahun-tahun.
“Jalan-jalan
mulai diperlebar, ada sisa lahan di kanan dan kirinya. Saat itu, kami menanami
pohon pepaya jenis california
di pinggiran,” jelas Dyah Prabantari, 43, penyuluh pendamping program
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Kantor Ketahanan Pangan
Sragen saat ditemui di Sukodono, Selasa, 18 Agustus 2015.
Upaya
melestarikan tanaman pangan di Dusun Mayah ternyata tidak semudah membalik
telapak tangan. Cibiran dan penolakan dari warga sekitar sempat mewarnai awal
dimulainya program itu pada 2012. “Warga juga ragu tanaman itu bisa hidup saat
musim kemarau tiba. Saya lalu meminta warga menampung air limbah rumah tangga.
Sampai sekarang, warga tidak membuang air sisa cucian dan mandi. Air yang kotor
itu masih bisa bermanfaat untuk mengairi tanaman,” katanya.
Pada
awalnya, terdapat 68 ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok Sasmito
Tani. Hingga kini Sasmito Tani beranggotakan lebih dari 200 orang. Mereka
memanfaatkan pekarangan atau sisa lahan di sekitar rumah untuk ditanami aneka
tanaman buah-buahan hingga sayuran. Warga tidak membiarkan adanya ruang kosong
tanpa ditanami sayur dan buah-buahan.
“Target
kami hasil panen tanaman yang dibudidayakan secara organik itu cukup untuk
memenuhi kebutuhan warga sendiri. Jadi, warga tidak perlu ke pasar untuk membeli
kebutuhan dapur. Kalau hasil panen masih sisa, baru boleh dijual. Syaratnya,
dijual satu tanaman harus menanam dua tanaman lagi supaya tetap lestari,”
terangnya.
Memasuki
Dusun Mayah ibarat memasuki pasar hidup. Segala kebutuhan dapur tersaji di pekarangan
dan halaman depan rumah warga. Aneka macam tanaman bisa diberdayakan dengan
memanfaatkan polybag. “Pada 2014 lalu, Dusun Mayah mewakili Kabupaten
Sragen pada ajang Adikarya Pangan Nusantara se-Jawa Tengah. Saat itu,
Dusun Mayah meraih juara II. Tahun ini, kami margetkan bisa meraih juara I
untuk mendapatkan penghargaan tertinggi di bidang pelestarian tanaman pangan
ini,” kata Kasi Keamanan Pangan, Kantor Ketahanan Pangan Sragen, Budi Pranowo.
Sumber:
Harian Umum Solopos, halaman
Soloraya, Rabu, 18 Agustus 2015
0 komentar
Posting Komentar