Desa Ngarum secara administrasi
terletak di wilayah Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen. Desa Ngarum berada di
jalur utama Jl. Raya Sragen-Sambirejo. Lalu lintas kendaraan di jalur itu hampir
tak pernah sepi karena menjadi jalur alternatif ke Ngargoyoso, Tawangmangu,
Kabupaten Karanganyar dan Ngawi hingga Madiun Jawa Timur.
Nama “Ngarum” berarti diambil
dari bau harum bunga. Nama itu ternyata berkaitan erat dengan kerajaan Islam
pertama dan terbesar di Jawa, yakni Kerajaan Demak. Pembina masyarakat di RT
004 Dukuh/Desa Ngarum, Simun Dwija Pangripta, menyampaikan sejarah nama Ngarum
itu, Sabtu (24/10/2015).
Kisah terbentuknya Desa Ngarum
ini dimulai sekitar abad ke-15. Simun menceritakan terbentuknya Desa Ngarum
dimulai dari pelarian salah seorang kerabat Keraton Demak yang melakukan
pelarian ke Gunung Lawu. Kepergiannya membuat geger kesultanan hingga akhirnya
ia dijemput paksa dari Lawu dan diajak kembali pulang.
Kegiatan
penjemputan kerabat keraton tersebut dipimpin oleh seorang patih bernama Ki
Ageng Arum. Dalam perjalanan, ketika sampai di tengah hutan belantara, Ki Ageng
Arum sakit dan meninggal dunia. Jasadnya kemudian dikuburkan di tengah-tengah
hutan tersebut.
Hutan
yang menjadi rute penjemputan dan tempat dikuburkannya Ki Ageng Arum itu
kemudian diberi nama Desa Ngarum dan dikenal hingga sekarang. Layaknya
perdesaan lain, Ngarum tak lagi berbentuk hutan belantara. Daerah seluas
452,8420 Ha ini sudah dihuni ribuan penduduk. Ada sekitar 5.125 penduduk yang
terbagi dalam 31 RT.
Masyarakat
Ngarum rata-rata berprofesi sebagai petani. Menurut Simun, pembangunan
infrastruktur daerah tersebut juga cukup baik. “Ya kalau sekarang sudah tidak
ada jejak hutannya. Sudah jadi desa yang ramai,” ceritanya.
Kisah
yang diceritakan oleh leluhurnya itu bukan tanpa bukti. Petilasan berupa
kuburan Ki Ageng Arum masih ada hingga sekarang. Kuburan Ki Ageng Arum ditandai
dengan tumpukan-tumpukan batu besar dan dua pohon besar yang tumbuh sejak
puluhan tahun lalu.
Menurut
Simun, kuburan yang lokasinya di dekat sawah itu sering digunakan sebagai
lokasi tasyakuran masyarakat Dukuh Ngarum, Desa Ngarum, sebelum dan sehabis panen
raya. Biasanya tasyakuran dilakukan setahun sekali setiap malam Jumat pon
seusai panen.
“Hanya sebagai pengingat tradisi dan syukuran bersama karena panen
raya. Makan bersama lah,” kata dia.
Sumber: Solopos.com
0 komentar
Posting Komentar