Pages

Featured 1

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Rabu, 09 September 2015

Realisasi Dana Desa Tersendat, Pembangunan Desa Terhambat







Program pembangunan desa ditargetkan bias meningkat dengan adanya alokasi dana desa. Program perdana yang digulirkan pemerintah pada 2015 itu ternyata tidak semulus perencanaannya. Banyak faktor yang menghambat penyerapan dana desa itu sehingga tersendat.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Budiman Sudjatmiko, menyebut ada banyak faktor yang membuat penyaluran dana desa tersendat. Padahal, dana desa sangat diperlukan untuk pemberdayaan desa.
Dari sekian banyak alasan, Budiman mengatakan, masalah paling mendasar tersendatnya penyaluran dana desa terletak pada soal teknis yang diributkan pemerintah pusat. Padahal, baik APDESI maupun Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) sudah melakukan pendampingan dan peningkatan kemampuan aparatur desa untuk mempercepat penyaluran dan penggunaan dana desa.
"Tersendatnya penyaluran dana desa ini bikin daya serap anggaran jadi rendah. Dampaknya, perekonomian masyarakat di tingkat desa jadi lemah dan program-program pembangunan desa jadi tersendat," kata Budiman di kantor APKASI Jakarta Pusat, Rabu (9/9/2015).
Ia pun mendesak pemerintah memberikan dukungan maksimal kepada pemerintah daerah agar dapat segera menyalurkan dana desa. Pemerintah pusat harus meyakinkan pemerintah daerah bahwa penerbitan surat keputusan bersama bukan ancaman.
"Jangan dipikirkan bahwa ini ancaman untuk Pemda, justru ini sebagai sinergi agar penyerapan dana desa bisa berjalan lancar dan tepat sasaran. Kalau pemerintah masih ragu, mintalah sama presiden buat Inpres biar penyaluran dan penggunaan dana desa itu bisa dipercepat," jelasnya.\
Sebelumnya, pemerintah pusat akan menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Kementerian Keuangan. SKB ditujukan untuk memotong birokrasi di desa. SKB berisi tata cara penyaluran dana desa dan prioritas penggunaan dana desa.(ok)
Sumber: http://news.metrotvnews.com/

Selasa, 08 September 2015

Dana Desa Rp1,4 Miliar Pacu Kreativitas


Desa mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat lewat program dana desa yang mencapai Rp1,4 miliar per desa mulai 2015. Alokasi anggaran itu mestinya mampu memacu desa menjadi kreatif dan inovatif.
Dana yang besar itu harus dikelola perangkat desa dengan seksama demi kemajuan dan kemandirian desa yang bersangkutan. Lewat dana itu pula desa memiliki kekuatan untuk menggerakkan roda ekonomi lokal. Bagaimana mengelola dana desa itu, ke sektor apa dana desa itu dialirkan, bagaimana mengontrol aliran dana, serta bagaimana mengukur efektivitasnya? Semua pertanyaan itu menjadi catatan yang dicermati agar dana Rp 1,4 miliar itu benar-benar bermanfaat bagi kemajuan desa.
Tiap desa tentulah memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka, mulailah dengan menginventarisir kelebihan dan kekurangan tersebut. Dari situ akan ketahuan, apa sebenarnya potensi desa yang bersangkutan. Potensi apa yang sudah mulai dikembangkan dan potensi apa yang belum dijamah. Peta potensi desa ini akan membantu perangkat desa untuk merencanakan penggunaan dana desa tersebut.
Kita ambil contoh Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Salah satu potensi desa ini adalah sebagian besar warganya memiliki keahlian membuat permainan tradisional, mulai dari othok-othok, bedhil-bedhilan, egrang, dan mainan tradisional lainnya. Ketika trend masyarakat bergeser dari mainan tradisional ke mainan pabrikan, pembeli menyusut. Pengrajin mainan pun berkurang. Sebagian warga kehilangan pekerjaan yang sudah dilakoni bertahun-tahun.
Wahyudi Anggoro Hadi, sang kepala desa, tak hilang akal. Pria yang masih menempuh pendidikan Strata II di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD-APMD) Yogyakarta ini terpilih melalui pemilihan kepada desa (Pilkades) tahun 2012. Dengan kreatif, ia bersama perangkat desa, merumuskan strategi. Potensi Panggungharjo sebagaidesa sentra mainan, ia nilai masih berpotensi untuk dibangkitkan. Selanjutnya, Komunitas Pojok Budaya menjalin kerjasama dengan Kelompok Bermain Among Siwi menyelenggarakan Festival Dolanan Anak selama tiga hari, 29 November-01 Desember 2013. Festival ini sekaligus untuk mengukuhkan Desa Panggungharjo sebagai Desa Wisata Dolanan Anak.
Itu hanya salah satu contoh, bagaimana Desa Panggungharjo mengelola potensi desanya secara kreatif. Masih ada sejumlah potensi lain di desa ini, yang berhasil mereka olah dengan positif. Atas kesungguhan perangkat desa bersama warga mengelola kemandirian desa mereka, Desa Panggungharjo berhasil menjadi Desa Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2014. Desa ini mendapatkan penghargaan Adikarya Bhakti Praja dan dana simultan untuk pembangunan desa.

Memotivasi Warga Desa
Untuk memandirikan desa, perangkat desa haruslah menggalang partisipasi warga. Kalaupun tidak semua, setidaknya sebagian besar warga desa terlibat memberikan kontribusi, sesuai dengan kondisi masing-masing warga. Ini memang bukan hal mudah, tapi bukan tidak mungkin dilakukan. Selain faktor kepemimpinan perangkat desa, keluwesan perangkat desa dalam berinteraksi dengan warga juga menjadi salah satu kuncinya.
Dalam konteks ini, kita ambil contoh Desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Secara geografis, desa ini terpencil, sekitar 62 kilometer ke arah timur dari Kota Kuningan. Sudah sejak lama desa ini menjadi salah satu desa tertinggal, yang semata-mata hanya mengandalkan bantuan pemerintah. Desa ini masuk kategori rawan pangan, 335 kepala keluarga atau 1.800 orang dari 6.502 jiwa penduduk desa, merupakan keluarga miskin.
Kebangkitan itu bermula dari seorang pemuda desa, Diding Wahyudin, SPd., kelahiran 3 Oktober 1976. Ia lulusan Universitas Kuningan dan terpilih sebagai kepala desa pada 2008. Salah satu kebijakannya, tanah bengkok desa seluas 500 bata, 7.000 meter per segi, disewakelolakan kepada lima warga. Tiap pengelola diwajibkan menyetor satu kuintal padi ke lumbung desa, dalam satu kali musim panen. “Di lumbung padi desa kami, ada 5 ton gabah kering giling dan diproyeksikan untuk membantu warga miskin,” kata Diding Wahyudin.
Selain itu, hampir 40 persen penduduk Desa Cipakem merantau ke berbagai kota besar, antara lain, ke Jakarta, Bandung, Semarang, bahkan ke Sumatra. Pada Idul Fitri 2008, ketika para perantau mudik, Diding mengadakan silaturahmi. Diajaknya para perantau untuk membeli domba atau sapi, yang kemudian dipelihara warga yang ada di desa, dengan sistem bagi hasil.
Tiap tahun desa ini mampu memasok hewan kurban 2.000 ekor domba atau kambing dan 700 ekor sapi untuk dipasarkan ke Jakarta. Itu hanya dua contoh, bagaimana Desa Cipakem mengelola potensi desanya secara kreatif. Masih ada sejumlah potensi lain di desa ini, yang berhasil mereka olah dengan positif. Atas prestasi ini, Diding Wahyudin menjadi satu-satunya kepala desa di Jawa Barat yang mendapatkan penghargaan Adhikarya Pangan yang diserahkan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/12/2012).

Desa Panggungharjo dan Desa Cipakem.
Wahyudi Anggoro Hadi dan Diding Wahyudin setidaknya bisa menjadi inspirasi perangkat desa lain di Indonesia. Yang perlu digarisbawahi, mereka melakukan gerakan kreatif di desa masing-masing, secara swadaya. Mereka menggali potensi yang ada di desa yang bersangkutan. Dengan segala keterbatasan, dengan berbagai kendala yang ada, toh mereka mampu menggalang partisipasi warga desa untuk berbuat bersama memandirikan desa.
Mungkin ada yang lebih baik dari mereka berdua. Mungkin ada desa lain yang lebih mandiri dari kedua desa yang saya jadikan contoh dalam tulisan singkat ini. Dengan kata lain, perangkat desa memiliki keleluasaan yang luas untuk mencari serta mendapatkan inspirasi demi memandirikan desa. Bagaimana pun juga, tiap desa memiliki karakteristik yang berbeda dengan desa lain. Hingga, ada bagian dari desa lain yang cocok untuk diadopsi, ada bagian yang perlu dimodifikasi sebelum diimplementasikan.
Dana desa senilai Rp 1,4 miliar untuk tiap desa itu, sesungguhnya adalah uang rakyat yang dihimpun di pusat, kemudian didistribusikan ke tiap desa. Maka dibutuhkan kesungguhan para perangkat desa untuk mengelolanya agar tak sia-sia. Kemandirian desa menjadi target dari program ini, yang berujung pada kesejahteraan warga desa. Bila desa-desa mandiri dan kuat, maka secara keseluruhan akan menguatkan bangunan bangsa bernama Indonesia ini.
Sumber: Oleh: isson khairul (http://www.kompasiana.com/)


Bersih Desa Wujud Eksistensi Kreativitas Nenek Moyang


Tradisi bersih desa merupakan bagian dari kreativitas warga desa. Mereka ingin menunjukkan eksistensi tradisi nenek moyang lewat ritual tersebut. Aktivitas desa kreatif itu mungkin sudah tak banyak lagi di era modern. Warga yang peduli untuk melestarikan tradisi bersih desa pun mulai pudar.
Bersih desa yang juga merupakan salah satu kearifan lokal ini sudah mulai tergerus kemajuan zaman. Warga Ngablak, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen hingga saat ini secara rutin tetap melanjutkan tradisi warisan nenek moyang ini setiap tahun, Mereka menjaga dari kepunahan tradisi. Seperti yang diselenggarakan pada beberapa waktu lalu yang dilaksanakan di salah satu tempat di Dukuh Ngablak,.Warga setempat dari pagi tadi sudah memulai serangkaian acara bersih desa.
Salah satu warga, Sungadi, mengatakan rangkaian acara bersih desa diawali dengan bancaan/kenduri di makam leluhur yang terletak di Desa Kroyo. Pada sore harinya, acara dilanjutkan dengan pergelaran seni reog yang diarak keliling kampung. "Tradisi ini sudah kami laksanakan secara rutin tiap tahun untuk nguri-uri budaya,” kata Sungadi.
Pagelaran Seni Reog ini sudah dilaksanakan selama beberapa tahun ini secara berturut turut dalam acara bersih desa. Sungadi menambahkan pertunjukan seni tersebut ditampilkan untuk menambah kesemarakan acara tradisi bersih desa. “Kami berusaha untuk mengemas acara ini dengan baik supaya lebih menarik dan warga tidak bosan,” jelasnya. 
Kegiatan bersih desa itu mengambil tempat di sebuah punden desa. Di tempat itu terdapat pohon beringin tua yang menambah suasana menjadi  sakral. 
Keterlibatan kaum muda baik dalam panitia maupun dalam pemain pertunjukan seni menunjukkan jika tradisi bersih desa di Dukuh Ngablak bisa lestari dan kelak bisa dilanjutkan generasi muda berikutnya. “Kami berharap, kelak tradisi ini akan lestari dan nantinya bisa dilanjutkan generasi akan datang sebagai wujud penghormatan terhadap jasa – jasa nenek moyang,” tambahnya.

Menurut Sungadi, penyelenggaraan acara semacam ini sangat penting, karena tradisi bersih desa juga merupakan salah satu kearifan lokal yang patut dilestarikan. “Perjuangan para pendahulu kita jangan pernah kita lupakan, salah satu wujud untuk menghormati dan mengingat jasa-jasa para pendahulu atau nenek moyang adalah dengan cara nguri-uri tradisi ini,” jelasnya. 

Dukuh Mayah akan Maju Lomba Desa Tingkat Nasional



Dukuh Mayah, Desa Bendo, Kecamatan Sukodono, Sragen akan mewakili Kabupaten Sragen untuk mengikuti lomba desa tingkat nasional. Dukuh Mayah merupakan desa kreatif  yang pernah meraih juara I Adi Karya Pangan Nusantara tingkat Jawa Tengah (Jateng). Dukuh tersebut merupakan kawasan rumah pangan lestari (KRPL). Dukuh itu diharapkan  menjadi contoh bagi dukuh-dukuh lainnya di Sragen, khususnya.
Harapan itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen, Tatag Prabawanto, saat memberi penyuluhan kepada warga di Sekretariat Kelompok Wanita Tani Sasmito Tani RT 023 Dukuh Mayah, Desa Bendo, Senin (7/9). “Tanpa kerja sama yang baik, prestasi tidak mungkin diperoleh. Saya berpesan tetaplah untuk meningkatkan kerukunan dan saling membantu agar menjadi contoh bagi dukuh lain,” kata Sekda dalam pertemuan itu.
Dalam kesempatan itu, Sekda menyampaikan materi tentang pelaksanaan dan prosedur bantuan Pemerintah Kabupaten Sragen yang bermanfaat untuk menunjang lomba desa itu. Camat Sukodono, Susilohono, menyampaikan KRPL Dukuh Mayah akan dinilai tim tingkat nasional pada akhir bulan ini.(ok)